Keluarga dan Konflik Kepentingan

Abdul Razak bersama Sri Suwanto mendaftar ke KPU Kalteng, Rabu (28/8/2024).

PALANGKA RAYA, TABALIEN COM – Politik dinasti menjadi fenomena umum dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada) di Kalimantan Tengah. Hampir semua pasangan calon memiliki koneksi keluarga atau politik yang kuat.

Abdul Razak, bakal calon Gubernur Kalimantan Tengah, yang telah resmi mendaftar ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kalteng bersama Sri Suwarno, merupakan ayah dari Fairid Naparin, Walikota Palangka Raya yang kembali maju dalam pemilihan walikota.

Di Barito Utara, Nadalsyah, mantan Bupati dua periode, kini mencalonkan diri sebagai Gubernur Kalimantan Tengah. Sementara itu, anaknya, Akhmad Gunadi Nadalsyah, maju dalam Pilkada Barito Utara, berusaha melanjutkan kepemimpinan ayahnya.

Agustiar Sabran, salah satu calon gubernur di Pilkada 2024 ini, adalah kakak kandung dari Gubernur petahana, Sugianto Sabran.

Di Kabupaten Murung Raya, Willy M. Yoseph, mantan Bupati dua periode, maju dalam Pilkada setelah sebelumnya digantikan oleh adiknya, Perdie M. Yoseph yang juga berkuasa selama dua periode.

Perdie sebelumnya sempat hendak maju bersama Razak, tetapi karena Willy maju, dia akhirnya mengundurkan diri dan digantikan Sri Suwarno. Kakak kandung Perdie, Heriyus Midel Yoseph, saat ini mencalonkan diri dalam Pilkada Murung Raya berpasangan dengan politikus PKB, Rahmanto Muhidin.

Abdul Razak berpandangan bahwa politik dinasti bukanlah sebuah masalah. Mahkamah Konstitusi dalam putusan MK No. 33/PUU-XIII/2015 pun sudah melegalkan hal tersebut.

“Menyangkut politik dinasti tergantung kita melihat dari mana. Kalau kita melihat sepanjang yang akan ikut bertarung itu sesuai dengan peraturan dan ketentuan tidak menyalahi ketentuan yang ada, saya kira tidak masalah,” kata Abdul Razak, Rabu (28/8/2024).

Pengajar Sosiologi di Universitas Palangka Raya (UPR) Paulus Alfons Yance Dhanarto mengatakan hal senada. Menurutnya, yang terpenting adalah mengedepankan meritokrasi atau penghargaan kepada mereka yang berprestasi atau berkemampuan.

“Pembatasan hak politik dengan dalih mencegah dinasti politik dapat menjadi paradoks yang justru berpotensi melanggar hak asasi manusia untuk berpartisipasi dalam pemerintahan,” kata Paulus.

BEBAN

Di sisi lain, dengan majunya Agustiar Sabran di kancah perpolitikan Kalteng menjadi beban untuk Sugianto Sabran. Paulus melihat, sebagai gubernur, Sugianto mesti memastikan tidak ada penggunaan kekuasaan untuk memuluskan langkah sang kakak.

“Di masa akhir pemerintahan Sugianto dihubungkan dengan majunya sang kakak, maka tugas dia memastikan tidak ada penggunaan kewenangan untuk memenangkan Agustiar,” terang Paulus.

Situasi ini memang menempatkan Sugianto Sabran dalam posisi yang cukup dilematis. Di satu sisi, sebagai seorang gubernur, ia memiliki tanggung jawab untuk menjaga integritas pemerintahan dan memastikan berlangsungnya proses politik yang adil dan transparan.

“Hubungan kekeluargaan dengan Agustiar Sabran tentu menimbulkan potensi konflik kepentingan yang signifikan,” lanjut Paulus.

Untuk itu, Paulus mendorong pengawasan publik yang lebih ketat demi terjaganya demokrasi di “Bumi Pancasila”. Masyarakat dan media harus kritis terhadap setiap kebijakan atau keputusan yang diambil oleh Sugianto, terutama yang berpotensi menguntungkan Agustiar.

Kemudian, untuk manajemen birokrasi, Sugianto harus memastikan bahwa seluruh jajaran pemerintahan di bawahnya tetap netral dan tidak terlibat dalam upaya pemenangan Agustiar.

“Sugianto perlu menegaskan pemisahan yang jelas antara perannya sebagai gubernur dan hubungan pribadinya sebagai saudara Agustiar,” kata Paulus.

Agustiar dapat dipastikan maju di Pilkada Kalteng 2024. Ia berpasangan dengan Wakil Gubernur saat ini, Edy Pratowo.

Keduanya mendapatkan dukungan dari Partai Gerindra, PAN, dan PKS dengan persentase melebihi 10 persen.

Tutup