Germis Palangka Raya: Kenaikan PPN Bentuk Pemalakan dan Pengalihan Isu

Perwakilan Germis Palangka Raya, Satria Bintang Erja Hamadani.

PALANGKA RAYA,TABALIEN.com – Gerakan Mahasiswa Kritis Palangka Raya (Germis Palangka Raya) mengeluarkan pernyataan sikap menolak rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen. Organisasi mahasiswa ini menilai kebijakan tersebut tidak berpihak pada masyarakat menengah ke bawah dan diduga menjadi pengalihan isu dari berbagai kasus besar di Indonesia.

“Naiknya PPN menjadi 12 persen adalah salah satu bentuk pemalakan oleh pemerintah kepada masyarakat ekonomi menengah ke bawah,” tegas Satria Bintang Erja Hamadani, mahasiswa Universitas Palangka Raya yang menjadi perwakilan Germis Palangka Raya, Selasa (24/12).

Dalam pernyataannya, Satria mengungkapkan keprihatinannya terhadap pemberitaan masif tentang kenaikan PPN yang dinilai telah mengalihkan perhatian publik dari sejumlah kasus krusial, baik di tingkat nasional maupun regional Kalimantan Tengah.

“Banyak sekali kasus besar di Indonesia yang tertutupi karena maraknya media yang menyoroti PPN yang naik menjadi 12 persen ini,” ungkap Satria. Ia mencontohkan kasus Harvey Moeis yang merugikan negara sebesar Rp300 triliun namun hanya divonis 6,5 tahun penjara, jauh di bawah tuntutan minimal 20 tahun.

Di tingkat lokal, Satria juga menyoroti kasus pembunuhan yang melibatkan Brigadir Anton yang masih dalam proses hukum. “Ada kekhawatiran vonis yang akan dijatuhkan terlalu ringan,” tambahnya.

Meski mengakui dampak serius kenaikan PPN terhadap masyarakat ekonomi menengah ke bawah, Germis Palangka Raya mengajak mahasiswa untuk tidak sekadar “latah” dalam menyikapi kebijakan kontroversial pemerintah. “Mahasiswa, khususnya di Kota Palangka Raya, harus konsisten mengawal isu ini sampai selesai,” tegasnya.

Satria menutup pernyataannya dengan sindiran tajam terhadap kebijakan perpajakan pemerintah. “Jangan sampai nanti yang gratis hanya batuk sama kentut, selebihnya dipajakin pemerintah,” pungkasnya.

Pernyataan sikap Germis Palangka Raya ini menambah daftar panjang penolakan terhadap rencana kenaikan PPN menjadi 12 persen yang rencananya akan diberlakukan pada tahun 2025.

Sebelumnya, berbagai organisasi mahasiswa dan masyarakat sipil telah menyatakan sikap serupa, mengkhawatirkan dampak kebijakan tersebut terhadap daya beli masyarakat.