PANGKALAN BUN, TABALIEN.com – Ratusan demonstran yang tergabung dalam Koalisi Keadilan untuk Tempayung menggelar aksi damai di depan Pengadilan Negeri Pangkalan Bun, Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah, Rabu (22/1/2025). Mereka menuntut pembebasan Kepala Desa Tempayung, Syahyunie, yang menjadi tersangka dalam kasus sengketa lahan dengan PT Sungai Rangit Sampoerna Agro.
Syahyunie dijerat hukum atas tuduhan sebagai dalang pemortalan lahan di area PT Sungai Rangit Kebun Rauk Naga Estate Divisi 3 dan 4 di Desa Tempayung, Kotawaringin Lama. Kasus ini bermula saat ia dijemput polisi di Bandara Iskandar Pangkalan Bun sepulang dari Jakarta pada 27 September 2024.
“Ini bentuk kriminalisasi terhadap pemimpin yang hanya menjalankan tugasnya membela hak masyarakat,” ungkap Ketua Pengurus Daerah Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (PD AMAN) Kotawaringin Barat, Mardani, saat ditemui di lokasi aksi.
Meski memiliki rekam jejak baik sebagai kepala desa dan mantan sekretaris desa, Syahyunie kini berstatus tahanan rumah dengan gelang pelacak GPS di pergelangan kakinya. Statusnya sebagai tersangka ditetapkan setelah pemeriksaan di Polres Kotawaringin Barat, dan kasusnya dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri setempat pada 5 Desember 2024.
Menurut Mardani, konflik ini berakar dari hilangnya wilayah adat dan ketidakpuasan masyarakat atas pelaksanaan program kemitraan plasma oleh perusahaan. Koalisi menuntut perusahaan memberikan plasma seluas 20 persen dari total lahan perkebunan kepada warga Tempayung.
Kasus serupa juga menimpa warga adat lain di Kalimantan Tengah. Dua warga Desa Kinjil, Aleng dan Kitab, menghadapi tuntutan Rp 4,6 miliar karena konflik lahan dengan perusahaan. Sementara di Desa Bangkal, Seruyan, seorang warga bernama Gijik tewas dalam bentrok dengan polisi saat aksi menuntut hak plasma pada Oktober 2023.
Para demonstran juga mendesak Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Barat segera mengesahkan Rancangan Peraturan Daerah tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat untuk mencegah konflik serupa di masa mendatang.
