PANGKALAN BUN, TABALIEN.com – Persidangan kasus kriminalisasi Kepala Desa Tempayung, Syachyunie, kembali berlangsung di Pengadilan Negeri Pangkalan Bun dengan agenda pemeriksaan lima saksi, Selasa (25/2/2025).
Sidang yang dimulai pukul 11.00 WIB menghadirkan tiga karyawan PT Sungai Rangit Sampoerna Agro Tbk—Azmi Zaky, Taufan Purnama Putra, dan Bima—serta dua warga Desa Tempayung yang hadir saat peristiwa pemortalan lahan.
Dalam kesaksiannya, Azmi dan Taufan menyatakan bahwa tindakan pemortalan diinisiasi oleh terdakwa Syachyunie.
Mereka juga mengklaim luas perkebunan sawit perusahaan di Desa Tempayung sekitar 1.000 hektar dengan warga menuntut hak plasma 20 persen dari total wilayah desa.
Di sidang, kedua saksi tidak mampu memberikan bukti konkret saat diminta menjelaskan dasar pernyataan tersebut.
Mereka mengakui tidak mengetahui persis tindakan terdakwa saat peristiwa pemortalan pada April 2024, dan tidak dapat mengutip pernyataan yang menunjukkan aksi tersebut merupakan ide tunggal dari Kades Tempayung.
Sebaliknya, Mulyanto, anggota Badan Perwakilan Desa (BPD) Tempayung, memberikan kesaksian berbeda.
“Surat-surat protes dan pemberitahuan pemortalan dilengkapi dengan tanda tangan ratusan warga Tempayung yang tergabung dalam Masyarakat Tempayung Bersatu,” ujarnya, menegaskan aksi tersebut merupakan aspirasi murni warga sejak 2022.
Hajat, saksi kedua dari masyarakat, membenarkan pernyataan tersebut. Menurutnya, aksi itu berasal dari keresahan seluruh warga yang belum mendapatkan hak 20 persen kebun plasma dari perusahaan.
Di akhir persidangan, Taufan mengakui tidak mengetahui jumlah pasti luas lahan dan mengubah keterangannya tentang dasar perhitungan hak plasma—bukan berdasarkan luas desa, melainkan luas kebun.
Perkara ini bermula dari tuntutan masyarakat Desa Tempayung yang merasa dirugikan oleh PT Sungai Rangit Sampoerna Agro yang beroperasi sejak 1999. Perusahaan tersebut dituding belum melaksanakan kewajiban menyediakan kemitraan plasma sesuai UU No. 39/2014 tentang Perkebunan dan PP No. 18/2021.
Majelis hakim dan juga pengacara dari Tim PHD AMAN Kobar dan PIL-Net, sempat memperingatkan para saksi untuk tidak memberikan keterangan palsu yang dapat diancam pidana sesuai Pasal 242 KUHP.
