JAKARTA, TABALIEN.com – Putusan kontroversial Pengadilan Negeri (PN) Medan yang membebaskan pasangan suami istri dalam kasus pemalsuan dokumen senilai Rp 583 miliar menuai sorotan dari kalangan praktisi hukum. Mereka mendesak Komisi Yudisial (KY) dan Mahkamah Agung (MA) untuk segera melakukan investigasi.
Praktisi hukum Edi Hardum menilai putusan onslag (lepas) terhadap terdakwa Yansen (66) dan Meliana Jusman (66) dalam kasus pemalsuan surat kuasa tidak masuk akal.
“Pemalsuan surat yang diatur dalam Pasal 263 KUHP jelas merupakan ranah pidana, bukan perdata,” ujarnya kepada wartawan di Jakarta, Rabu (6/11/2024).
Dalam putusannya, Majelis Hakim PN Medan yang diketuai M.l Nazir menyatakan perbuatan kedua terdakwa terbukti ada, namun dikategorikan sebagai perbuatan perdata. Putusan ini berbeda jauh dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum yang meminta hukuman lima tahun penjara.
Kasus ini bermula dari pemalsuan tanda tangan direktur CV Pelita Indah atas nama Hok Kim untuk menarik dana di Bank Mestika Cabang Zainul Arifin Medan selama periode 2009-2021.
Ketua Umum Barisan Advokat Muda Bersatu (Baradatu), Herwanto Nurmansyah, menekankan perlunya pengawasan ketat terhadap perkara bernilai besar.
“Semakin besar nilai perkara, semakin besar potensi penyuapan dan korupsi,” tegasnya.
Para praktisi hukum merekomendasikan beberapa langkah pengawasan seperti pemeriksaan menyeluruh oleh Komisi Yudisial terhadap hakim yang menangani perkara. Kemudian investigasi oleh Mahkamah Agung.
“Juga penelusuran transaksi keuangan oleh PPATK dan pengawasan oleh KPK terkait kemungkinan komunikasi mencurigakan,” kata Herwanto.
JPU Septian Napitupulu dari Kejari Medan sebelumnya mendakwa kedua terdakwa dengan Pasal 263 ayat (2) juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP terkait pemalsuan dokumen yang merugikan perusahaan sebesar Rp 583 miliar.***
