Perda Masyarakat Adat Kalteng Tuai Kritik

Gubernur Kalimantan Tengah H. Agustiar Sabran saat memberikan keterangan pers terkait Perda Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat di Rujab Gubernur, Selasa (16/9/2025).

PALANGKA RAYA, TABALIEN.com – Peraturan Daerah (Perda) Kalimantan Tengah Nomor 2 Tahun 2024 tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat kembali menuai sorotan.

Regulasi ini dinilai belum menyentuh akar persoalan yang dihadapi masyarakat adat, terutama terkait konflik agraria dan kriminalisasi.

Akademisi Fisip Universitas Palangka Raya, Paulus Alfons Yance Dhanarto, menilai Perda tersebut disusun tergesa-gesa sehingga masih menyisakan kesalahan teknis dan substansi.

“Barang ini bermasalah. Perda ini perlu diakui dibuat dengan batas waktu yang sangat mendesak,” ujarnya, Selasa (26/9/2025).

Paulus menegaskan, niat baik pemerintah perlu didukung dengan aturan yang matang. Ia menyoroti prosedur pengakuan masyarakat adat dalam Perda yang dinilai terlalu formil.

“Bisa jadi membuat masyarakat adat tidak menikmati haknya sebagai entitas yang diakui negara,” tambahnya.

Kritik juga datang dari pengacara Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Abdul Malik. Menurutnya, skema perlindungan masyarakat adat dalam Perda baru bisa berjalan setelah pemerintah menetapkan status Masyarakat Hukum Adat (MHA).

“Mengingat saat ini baru sekitar 30 komunitas yang sudah ditetapkan, padahal jumlahnya jauh lebih banyak,” jelasnya.