PALANGKA RAYA, TABALIEN.COM – Seorang perwira polisi yang telah divonis bersalah dalam kasus pencabulan, AKP Mahmud, masih tercatat sebagai anggota aktif di Kepolisian Republik Indonesia (Polri). Hingga kini, Polda Kalimantan Tengah belum melaksanakan sidang kode etik terhadap Mahmud, meskipun ia telah dijatuhi hukuman lima tahun penjara oleh Mahkamah Agung pada 24 April 2024.

Pengacara Mahmud, Arry Sakurianto, membenarkan bahwa Mahmud masih berstatus anggota Polri. Arry mengungkapkan, mereka sedang berusaha agar Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) terhadap kliennya ditunda hingga ada hasil dari Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan.

“Kami berharap pimpinan dan atasan Mahmud dapat menunda PTDH hingga hasil PK keluar,” ujar Arry saat dihubungi melalui telepon dari Palangka Raya pada Senin (19/8/2024).

Kasus pencabulan yang menjerat Mahmud bermula dari laporan terhadap perbuatannya terhadap dua siswi SMA yang tengah menjalani praktek kerja lapangan (PKL). Salah satu korban mengalami pelecehan di ruang Biro SDM Polda Kalteng pada 27 April 2022, saat situasi di tempat tersebut sedang sepi.

Kasus ini dilaporkan ke Polda Kalimantan Tengah pada 26 Oktober 2022, dan Mahmud mulai diadili di Pengadilan Negeri Palangka Raya pada 5 April 2023. Majelis Hakim yang dipimpin oleh Erni Kusumawati menyatakan Mahmud bersalah dan menghukumnya dengan dua bulan tahanan kota.

Namun, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Dwinanto Agung Wibowo yang sebelumnya menuntut hukuman tujuh tahun penjara dan denda sebesar Rp 6,8 miliar, mengajukan banding. Di tingkat Pengadilan Tinggi Palangka Raya, Ketua Majelis Hakim H Ajidinnor menambah hukuman Mahmud menjadi empat bulan. Tidak puas dengan putusan tersebut, jaksa kembali mengajukan kasasi.

Pada tingkat kasasi, Mahkamah Agung membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Palangka Raya dan mengadili sendiri kasus ini. Pada 1 April 2024, Mahmud dijatuhi hukuman lima tahun penjara dan denda sebesar Rp 60 juta. Eksekusi putusan dilakukan pada Senin, 20 Mei 2024, dan Mahmud kini menjalani hukuman di Lapas Kelas II A Palangka Raya.

Tidak setuju dengan putusan Mahkamah Agung, Arry mengajukan PK, dengan alasan putusan kasasi tersebut terlalu berat jika dibandingkan dengan dua putusan sebelumnya. “Kami sepakat dengan putusan Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi, oleh karena itu kami mengajukan PK terhadap putusan Mahkamah Agung,” jelas Arry.

Meskipun mengakui kesalahan kliennya, Arry menegaskan bahwa hukuman seharusnya bertujuan untuk memperbaiki seseorang, bukan sebagai bentuk balas dendam. “Memegang lawan jenis memang salah, tetapi saat itu yang dipegang hanya pundak dan lengan,” tambahnya.

Sementara itu, Kabid Humas Polda Kalimantan Tengah, Kombes Pol Erlan Munaji, menyatakan bahwa pihaknya sedang mempersiapkan sidang kode etik untuk Mahmud. “Kami sedang mempersiapkan sidang kode etik. Setelah sidang, pasti yang bersangkutan akan dikenai PTDH,” ujar Erlan saat ditemui di Mapolda Kalteng.