PALANGKA RAYA, TABALIEN.com – Pengadilan Tipikor Palangka Raya disibakkan dengan argumen kuat penasihat hukum dalam sidang dugaan korupsi yang melibatkan dua petinggi Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Kotawaringin Timur.
Ahyar dan Bani Purwoko, masing-masing Ketua dan Bendahara KONI setempat, terjepit tuntutan pidana 9 tahun penjara atas tuduhan korupsi senilai Rp 10 miliar. Namun, penasihat hukum mereka tampil dengan sejumlah keberatan fundamental yang berpotensi mengubah jalur kasus.
Dalih Hukum yang Membuka Ruang Banding
Pua Hardinata, pengacara Ahyar, mengajukan sejumlah argumentasi kritis. Ia mempertanyakan prosedur hukum yang menurutnya tidak memenuhi standar, terutama dalam perhitungan kerugian negara.
Poin utama yang disorotnya adalah:
- Aliran dana Rp 7 miliar belum terungkap secara transparan
- Pemilihan saksi ahli yang dinilai tidak tepat, seharusnya dari ahli akuntansi bukan sarjana teknik
“Kalau pekerjaan fisik bisa dihadirkan saksi ahli teknik, kalau ini kan bukan, jadi harusnya ahli akuntansi yang dihadirkan,” tegas Pua di hadapan Majelis Hakim yang dipimpin Erhamudin.
Landasan Hukum yang Diperjuangkan
Pua mengutip dua dokumen hukum kunci:
– Surat Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2016
– Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 25 Tahun 2016
Kedua dokumen tersebut menegaskan bahwa kerugian negara harus memenuhi tiga kriteria: nyata, pasti, dan terhubung langsung dengan tindak pidana.
Harapan pada Proses Hukum Transparan
Sidang ini menjadi momen krusial dalam pengungkapan dugaan korupsi di lingkungan keolahragaan daerah. Upaya hukum yang dilakukan diharapkan dapat menghadirkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan publik.
Dengan argumen hukumnya, Pua optimistis upaya banding dapat membawa perkara ini ke tahap selanjutnya dan menghadirkan keadilan bagi kliennya. (Mth)
