TABALIEN.com – Emiten milik konglomerat Garibaldi “Boy” Thohir, PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO), berencana mengucurkan tambahan dividen hingga US$2,6 miliar atau setara Rp41,18 triliun untuk tahun buku 2023. Rencana ini telah mendapatkan persetujuan dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) yang digelar pada Senin (18/11/2024). Namun, jumlah pasti pembayaran dividen masih menunggu keputusan final.

Dividen dan Potensi Imbal Hasil

Investment Analyst Stockbit, Hendriko Gani, menyatakan bahwa jika manajemen ADRO memutuskan membagikan dividen sebesar batas maksimum tersebut, maka dividen per saham diperkirakan mencapai Rp1.359/lembar. Dengan asumsi kurs rupiah terhadap dolar AS sebesar Rp15.898, hal ini memberikan potensi dividend yield sekitar 35,6% berdasarkan harga penutupan saham ADRO pada Jumat (15/11/2024) di level Rp3.920/lembar.

Pembagian dividen ini didukung oleh saldo kas internal Adaro yang cukup memadai. Meski demikian, perusahaan juga mempertimbangkan opsi pendanaan pihak ketiga jangka pendek untuk menjaga efisiensi pengelolaan arus kas.

Agenda RUPSLB

RUPSLB ADRO memiliki dua agenda utama, yakni pembagian dividen tambahan dan perubahan nama perseroan. Berdasarkan keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI), pembagian dividen ini juga bertujuan memberi pemegang saham kesempatan untuk berpartisipasi dalam pembelian saham PT Adaro Andalan Indonesia (AAI) melalui mekanisme Penawaran Umum Oleh Pemegang Saham (PUPS) sesuai peraturan OJK.

Sebelumnya, ADRO telah membagikan dividen tunai final sebesar US$400 juta yang telah disetujui dalam RUPST pada 15 Mei 2024 dan dibayarkan pada 5 Juni 2024.

Dampak ke Saham

Meskipun rencana pembagian dividen besar ini diumumkan, saham ADRO tercatat melemah 3,57% menjadi Rp3.780 per saham pada Senin (18/11/2024). Kapitalisasi pasar ADRO pun turun ke level Rp116,27 triliun.

Manajemen ADRO menyatakan bahwa kebijakan dividen tambahan ini bertujuan memberikan nilai tambah bagi pemegang saham di tengah pengelolaan keuangan perusahaan yang tetap solid. Namun, pelaku pasar tampaknya masih menanti kepastian lebih lanjut terkait eksekusi kebijakan tersebut. (Mth)