JABIREN, TABALIEN.COM – Konsep sekolah inklusif kini mulai diterapkan di Kalimantan Tengah, menandai era baru dalam sistem pendidikan yang menjunjung kesetaraan dan keberagaman. Gagasan ini menekankan pentingnya memberikan akses pendidikan yang sama bagi seluruh siswa, termasuk anak-anak berkebutuhan khusus dan penyandang disabilitas, dalam satu lingkungan belajar yang inklusif.
Program Manager ESTUNGKARA dari Yayasan Betang Borneo Indonesia (YBBI), Sevana Dewi, menjelaskan sekolah inklusif bertujuan menghapuskan batasan antara siswa reguler dan berkebutuhan khusus.
“Menciptakan atmosfer pembelajaran yang saling menghargai perbedaan. Model pendidikan ini tidak hanya fokus pada aspek akademis, tetapi juga memperkuat karakter, identitas budaya, dan pemahaman akan kesetaraan gender serta inklusi sosial,” katanya, Kamis (26/9/2024).
Dewi mengatakan, implementasi sekolah inklusif meliputi beberapa komponen penting seperti, pengumpulan data siswa yang lebih komprehensif, integrasi pendidikan adat dan budaya dalam kurikulum.
“Kemudian pembentukan forum diskusi inklusif bagi siswa dan penciptaan lingkungan ramah bagi semua kalangan. Lalu penguatan perlindungan terhadap kelompok rentan dan upaya pencegahan pernikahan dini,” jelas Dewi.
Salah satu program inovatif dalam konsep ini adalah “Sakula Himba”, yang menggabungkan pembelajaran berbasis masalah dan proyek. Program ini dirancang untuk mengasah kemampuan berpikir kritis siswa sekaligus memperkuat identitas budaya mereka.
Penerapan sekolah inklusif ini dipandang sebagai solusi untuk menghadapi tantangan kontemporer dalam dunia pendidikan, seperti risiko pernikahan dini dan kenakalan remaja. Dengan menyediakan ruang ekspresif yang positif, diharapkan dapat meningkatkan motivasi belajar dan pengembangan diri siswa.
Sebagai langkah konkret menuju realisasi konsep ini, YBBI dan SMA Negeri 1 Jabiren Raya telah menandatangani perjanjian kerjasama. Kerjasama ini merupakan kelanjutan dari kontribusi YBBI sebagai guru tamu dalam program kurikulum merdeka sejak awal tahun 2024.
Inisiatif ini diharapkan dapat menjadi model percontohan bagi sekolah-sekolah lain di Kalteng, bahkan di seluruh Indonesia, dalam upaya menciptakan sistem pendidikan yang lebih inklusif dan berkeadilan. Melalui pendekatan ini, sekolah tidak hanya menjadi tempat menimba ilmu, tetapi juga wadah untuk menumbuhkan toleransi, empati, dan apresiasi terhadap keberagaman.
