PALANGKA RAYA, TABALIEN.com – Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Palangka Raya menggelar diskusi publik di Taman Yos Sudarso, Rabu (9/4/2025), mengkritisi potensi ancaman demokrasi dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Kepolisian Republik Indonesia.
Glennio Sahat Solu Sihombing, Ketua Komisariat GMNI Fakultas Hukum Universitas Palangka Raya (UPR), menyatakan diskusi ini bertujuan mengedukasi masyarakat mengenai bahaya revisi UU Polri.
“RUU Polri ini merupakan lubang paling besar dalam kematian demokrasi, karena bisa dilihat RUU ini menambah kewenangan anggota Polri,” ungkap Glennio.
Ia mengkritisi rencana penambahan anggaran untuk Polri di tengah kebijakan efisiensi anggaran yang diterapkan pemerintah. Menurut Glennio, RUU ini mengancam eksistensi demokrasi dalam beberapa tahun ke depan.
“Dengan adanya RUU Polri ini akan merenggut hak-hak dan ruang privasi kita,” tegasnya, merujuk pada kewenangan baru yang memungkinkan Polri memeriksa perangkat elektronik tanpa izin pengguna.
Melalui kegiatan ini, GMNI Palangka Raya berharap masyarakat yang melintas di Taman Yos Sudarso menjadi lebih peka terhadap kondisi yang mereka anggap mengancam demokrasi.
Presiden Dukung RUU Polri
Sementara itu, Presiden Prabowo Subianto sebelumnya menegaskan komitmennya mendukung revisi UU Polri yang akan dibahas DPR RI, sebagaimana dilansir dari sejumlah media nasional.
Meskipun muncul kekhawatiran publik terkait perluasan kewenangan seperti pasal penyadapan dan pengawasan intelijen, Prabowo menekankan pentingnya revisi ini agar Polri dapat bekerja lebih profesional dan efektif.
“Polri harus diberi kewenangan yang cukup sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya,” kata Prabowo dalam diskusi yang disiarkan YouTube Kompas.id pada Senin (7/4/2025).
Presiden juga menekankan pentingnya penilaian arif terhadap kewenangan baru Polri, terutama dalam pemberantasan kejahatan.
DPR Bantah Surat Presiden Beredar
Revisi UU Polri memicu kekhawatiran masyarakat setelah beredarnya gambar Surat Presiden (Surpres) yang menunjuk wakil pemerintah untuk membahas revisi undang-undang tersebut di media sosial.
Ketua DPR RI Puan Maharani membantah keabsahan informasi tersebut dengan menegaskan bahwa DPR belum menerima dokumen resmi terkait revisi ini. Puan juga menyatakan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) yang beredar di dunia maya bukan merupakan dokumen resmi.
