Lirisme Buah Apel yang Jatuh ke Bumi
PALANGKA RAYA, TABALIEN.COM – Aslan Abidin, seorang penyair berdarah Bugis yang lahir di Sulawesi Selatan, telah mengukir namanya dalam dunia sastra Indonesia dengan karya-karya puisinya yang kaya akan makna dan emosi. Salah satu karyanya yang mencerminkan kedalaman perasaan dan keindahan bahasa puitisnya adalah puisi yang ditulis pada tahun 1999 di Makassar.
Puisi ini menggambarkan perjalanan cinta yang penuh gejolak, menggunakan metafora ilmiah dan spiritual untuk mengekspresikan kerinduan, perpisahan, dan kenangan. Dengan latar belakang pendidikan sastranya yang kuat dan pengalamannya dalam berbagai festival sastra, Abidin mampu menghadirkan puisi yang menggabungkan unsur-unsur sains, filosofi, dan emosi manusia dengan cara yang unik dan menyentuh.
Berikut adalah puisi tersebut, yang menunjukkan kepiawaian Abidin dalam mengolah kata dan menciptakan gambaran yang kuat dalam benak pembaca:
Lirisme Buah Apel yang Jatuh ke Bumi
Pada suatu tengah malam, seusai menikmati
gravitasi di atas tubuhmu, kita bercerita tentang
Newton dan buah apel yang jatuh ke bumi.
“Jangan tinggalkan aku, apalagi di bumi ini,”
katamu dengan kerongkongan kering.
tapi Tuhan adalah penguasa
atas kemurungan dan keriangan. dan dengan selera humornya
yang aneh, melerai cinta kita.
inilah kemurungan itu kekasih, kau pergi bermil-mil dari lukaku,
sementara aku harus beranjak dari seluruh kenanganku tentangmu.
“Jangan tinggalkan aku apalagi di dunia ini.”
masih kukenang itu sebagai lirisme yang jauh.
juga Tuhan pencipta tragedi dan komedi.
dan sang waktu, kekasih.
kini tengah memberangus jasadku dan diam-diam hendak mengubahnya jadi tanah.
“suatu saat kelak, seusai lelaki lain menikmati gravitasi di atas tubuhmu, maukah kau mengenang buah apel yang jatuh ke bumi?”