Pertumbuhan Reksa Dana di Indonesia Masih Stagnan

Ilustrasi Grafik Saham

TABALIEN.com – Pertumbuhan industri reksa dana di Indonesia masih terbilang stagnan. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat Nilai Aktiva Bersih (NAB) reksa dana mencapai Rp504,80 triliun, naik 1,28% secara month-to-date (mtd), dan meningkat tipis 0,67% secara year-to-date (ytd). Namun, meski ada kenaikan, industri masih dibayangi net redemption sebesar Rp9,80 triliun secara ytd, meski pada mtd tercatat net subscription sebesar Rp1,31 triliun.

Direktur Investasi KISI Asset Management, Arfan F. Karniody, mengungkapkan bahwa stagnansi ini terutama disebabkan oleh aksi penarikan dana oleh investor besar di beberapa produk reksa dana, terutama reksa dana saham. Namun, Arfan optimistis, pertumbuhan industri reksa dana di Indonesia secara keseluruhan masih berjalan positif.

“Jika dilihat lebih mendalam, masih ada pertumbuhan, khususnya di reksa dana fixed income berbasis obligasi dan pasar uang, yang saat ini menunjukkan perkembangan sangat baik,” ujar Arfan dalam Dialog Road to CNBC Indonesia Awards, Rabu (30/10/2024).

Arfan menjelaskan bahwa KISI Asset Management telah meluncurkan produk reksa dana fixed income pada Februari 2024, dan hingga kini aset kelolaannya atau asset under management (AUM) telah mencapai sekitar Rp400 miliar. Total AUM KISI AM juga tumbuh menjadi sekitar Rp1,2 triliun, naik dari sekitar Rp1,2 triliun pada tahun lalu.

“Melihat tren ini, kami sangat optimis terhadap perkembangan industri reksa dana, terutama di segmen fixed income, obligasi, dan pasar uang,” kata Arfan.

Arfan menambahkan, tren suku bunga yang sedang menurun menciptakan momentum yang tepat untuk berinvestasi di reksa dana fixed income. “Ketika suku bunga turun, harga obligasi biasanya naik, ini peluang besar bagi investor,” jelasnya.

Arfan juga menekankan bahwa penurunan suku bunga secara langsung berdampak pada pasar saham. Menurutnya, dengan suku bunga yang lebih rendah, valuasi saham menjadi lebih menarik, sehingga target harga saham atau indeks bisa lebih tinggi.

“Dalam konteks pasar saham, penurunan suku bunga menurunkan hurdle rate, sehingga target harga saham bisa meningkat,” pungkas Arfan. (mth)