Proyek Lumbung Pangan, dari Solusi jadi Ancaman

Hamparan lahan ekstensifikasi sawah di Desa Simpur, Kecamatan Jabiren Raya, Kabupaten Pulang Pisau, terlihat terlantar dan ditumbuhi ilalang, Jumat (29/11/2024). (Tabalien.com/Roni Sahala).

PALANGKA RAYA, TABALIEN.com – Proyek Strategis Nasional (PSN) food estate atau lumbung pangan disebut-sebut sebagai jawaban atas masalah ketahanan pangan nasional. Nyatanya, solusi itu justru jadi masalah baru yang berdampak ke banyak sektor kehidupan peladang di Kalimantan Tengah.

Program itu dicanangkan pemerintah pusat pada 2020 lalu. Sudah nyaris empat tahun berselang, hasilnya belum membawa petani ke kesejahteraan apalagi jadi lumbung pangan nasional.

Hal itu bisa dilihat di Desa Pilang, Kabupaten Pulang Pisau. Sebelum 2015, desa ini merupakan salah satu penghasil padi Kalteng dengan bibit padi lokal, seperti geragai, anak luting (beras merah) atau siam unus yang terkenal karena aromanya, hingga padi ketan. Semuanya berubah ketika kebakaran lahan melanda provinsi terluas di Indonesia itu. Pemerintah kemudian melarang mereka membakar yang sudah jadi bagian dari budaya mereka.

Sejak saat itu, sekitar delapan tahun setelah ladang-ladang di Pilang ditinggalkan, Proyek Lumbung Pangan pun datang.

Kedatangan food estate bagai solusi untuk peladang di Pilang. Namun setelah dijalankan masalah justru bertambah. Seperti yang dialami Ardianto (48), seorang peladang tradisional asal Pilang.

Alat-alat berat masuk menghunus pohon-pohon di ladang Ardianto. Semua berebah, tinggal tanah dan gambut yang tersisa. Ladang disulap jadi sawah dalam sehari.