Demo di Pengadilan Tinggi, Tuntut Keadilan untuk Tempayung
PALANGKA RAYA, TABALIEN.com – Empat orang aktivis menggelar aksi demonstrasi di depan Pengadilan Tinggi (PT) Palangka Raya, Selasa (6/5/2025). Mereka memprotes vonis 6 bulan penjara yang dijatuhkan Pengadilan Negeri Pangkalan Bun terhadap Kepala Desa (Kades) Tempayung, Syahyuni.
Demonstran menuntut PT Palangka Raya mempertimbangkan aspek sosial budaya dalam menangani kasus yang mereka sebut sebagai kriminalisasi.
Koordinator lapangan, Agung Sesa, menyatakan, demonstrasi ini wujud solidaritas terhadap Kades Tempayung.
“Kami bersolidaritas dengan masyarakat, dan ini adalah permintaan masyarakat adat Tempayung,” kata Agung.
“Saya kira pengadilan harus betul-betul memahami situasi ini,” lanjutnya.
Seusai orasi, aksi dilanjutkan dengan pembacaan tujuh poin pernyataan sikap. Diantaranya kritik terhadap Penuntut Umum (JPU).
Jaksa dinilai tidak memberikan tanggapan substansial terhadap pledoi.
“Langkah JPU itu bertentangan dengan prinsip peradilan yang adil atau fair trial,” kata Agung.
Pengunjuk rasa juga mempertanyakan penetapan nilai kerugian. Dimana hanya didasarkan pada keterangan dari internal PT Sungai Rangit, tanpa melibatkan lembaga penilai independen.
“Ini berpotensi melanggar standar pembuktian tanpa keraguan yang wajar sesuai Pasal 183 KUHAP,” jelas Agung.
Mereka juga menyampaikan inkonsistensi hukum karena tindakan yang didakwakan merupakan ritual adat kolektif.
“Ini bertentangan dengan logika hukum,” ungkap Agung.
Kejanggalan lain adalah penolakan pengakuan terhadap masyarakat adat Tempayung, dengan alasan tidak terdaftar di Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA).
Menurut Agung, pengakuan terhadap masyarakat hukum adat tidak bergantung pada BRWA, dan itu bukan syarat yuridis formal.
Para demonstran juga mempertanyakan keberadaan saksi ahli bernama Zikri Rachmani yang termuat di bagian pertimbangan putusan. Zikri tidak pernah diperiksa di penyidik dan tak pernah di hadirkan di persidangan.
Aksi damai tersebut diakhiri dengan doa bersama. Dilanjutkan seruan agar hukum tidak dijadikan alat untuk menindas masyarakat kecil.