KINIPAN, TABALIEN.COM – Komitmen Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya menegaskan kembali soal mewujudkan visi “hutan untuk rakyat” di sela kunjungannya ke Desa Kinipan, Kalimantan Tengah, Sabtu (7/9/2024).
Siti mengungkapkan sejak awal masa jabatannya, ada peningkatan signifikan dalam alokasi hutan untuk masyarakat.
“Dulu tanah untuk masyarakat hanya 240.000 hektar pada akhir 2014. Sekarang sudah mencapai 8,1 juta hektar,” jelasnya.
Menteri LHK juga menyoroti perubahan kebijakan yang telah dilakukan. Katanya, saat pertama masuk di LHK, perizinan capai 96 persen untuk swasta, hanya 4 persen untuk rakyat.
“Sekarang untuk rakyat sudah mencapai 25 persen,” ungkap Siti.
Meskipun demikian, Siti menekankan bahwa peningkatan akses masyarakat terhadap hutan tidak harus mengorbankan sektor swasta.
“Hutan diakses untuk masyarakat tidak harus membunuh swasta, tapi sebaliknya swastanya juga tidak boleh ‘jahat’ terhadap rakyat. Kalau kita duduk bareng, sebetulnya bisa diselesaikan bersama-sama,” tambahnya.
Siti juga mengingatkan bahwa pengakuan hutan adat oleh negara baru dimulai pada tahun 2016, melalui kebijakan yang ditetapkan oleh Presiden Joko Widodo. Ia berharap dengan penyelesaian masalah di Kinipan, akan semakin banyak hutan adat yang bisa diakui dan dikelola oleh masyarakat.
Komitmen dan Kontroversi Terkait Deforestasi
Balik ke belakang, saat para pemimpin dunia berkomitmen untuk mengakhiri dan mengatasi dampak penggundulan hutan pada tahun 2030 dalam KTT COP26 yang digelar di Glasgow, dihadiri oleh Presiden Joko Widodo, komitmen tersebut menuai kritik dari Siti Nurbaya.
Menurut Siti, tuntutan untuk Indonesia mencapai zero deforestation pada tahun 2030 adalah tidak tepat dan tidak adil. Ia menekankan bahwa Indonesia mengadopsi kebijakan Forestry and Other Land Use (FoLU) Net Sink yang bertujuan untuk mengendalikan emisi dari sektor kehutanan dan penggunaan lahan, dengan target netralitas karbon pada tahun 2030.
Siti Nurbaya menjelaskan, bahkan setelah tahun 2030, sektor kehutanan Indonesia mungkin mengalami penyerapan karbon yang lebih tinggi daripada emisi yang dihasilkan.
Seperti dilansir dari BBC Indonesia, Siti Nurbaya menegaskan FoLU Net Sink 2030 tidak sama dengan zero deforestation. Menurutnya, menghentikan pembangunan demi mencapai zero deforestation sama dengan menentang mandat UUD 1945.
Sementara itu, laporan global menunjukkan bahwa deforestasi masih berlangsung dengan laju yang mengkhawatirkan. Selama dekade terakhir, sekitar 4,7 juta hektare hutan hilang setiap tahunnya, dengan negara-negara seperti Indonesia, Brasil, dan Republik Demokratik Kongo menjadi yang paling terdampak.
Indonesia adalah salah satu negara teratas dalam kehilangan area hutan selama dua dekade terakhir, dengan kehilangan 9,75 juta hektar hutan primer antara tahun 2002 dan 2020, menurut data dari Global Forest Watch.
Presiden Joko Widodo telah berjanji untuk memberantas deforestasi dengan fokus pada pengendalian pembukaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit, yang menyumbang hingga 80% kebakaran hutan. Meskipun ada penurunan signifikan dalam laju deforestasi sejak 2016, moratorium pembukaan hutan baru yang dikeluarkan pada 2019 berakhir pada 19 September 2021 tanpa kepastian perpanjangan. Sementara itu, UU Cipta Kerja yang baru berlaku juga menambah ketidakpastian mengenai kebijakan kehutanan ke depan.


