PALANGKA RAYA, TABALIEN.COM – Setidaknya 632.133 hektare kebun sawit di Kalimantan Tengah masuk ke dalam kawasan hutan, luasan itu melebihi luas pulau Bali. Hal itu menunjukan tata kelola perkebunan kelapa sawit masih menjadi persoalan besar.

“Mayoritas perkebunan sawit ini terdapat di Kabupaten Kotawaringin Timur, Kabupaten Seruyan, dan Kabupaten Kapuas,” kata Direktur Walhi Kalteng, Bayu Herinata di Palangka Raya, Rabu (11/9/2024).

Pemerintah berencana melakukan pemutihan terhadap lahan sawit milik perusahaan besar swasta yang masuk ke dalam kawasan hutan. Namun, rencana ini menuai kritik dari berbagai pihak.

Janang Firman Palanungkai, Manajer Advokasi, Kajian dan Kampanye Walhi Kalteng, menyebut rencana pemutihan ini sebagai bentuk pengampunan kejahatan lingkungan.

“Kami melakukan desk study terhadap lima perusahaan yang memiliki kebun sawit di dalam kawasan hutan di daerah Seruyan dan Kotawaringin Timur. Lima perusahaan itu kami pilih sebagai sampel karena punya riwayat konflik,” ujar Janang pada Rabu (11/9/2024).

Hasil studi Walhi Kalteng menemukan bahwa lima perusahaan tersebut melakukan aktivitas pembangunan kebun di dalam kawasan hutan tanpa Izin Pelepasan Kawasan Hutan (IPHK) dengan total luas mencapai 51.037 hektare.

Selain itu, ditemukan juga pembangunan kebun di atas lahan gambut dengan fungsi gambut lindung dan gambut budidaya, serta lokasi kebakaran lahan di sekitar kebun sawit.

Penolakan terhadap rencana pemutihan juga datang dari tokoh masyarakat. James Watt, tokoh masyarakat Bangkal, Seruyan, menyatakan ketidaksetujuannya.

“Tidak adil jika masyarakat yang menuntut haknya dipidana sementara perusahaan yang mengambil lebih banyak justru diampuni,” katanya.

Senada dengan James, Dedi, warga Desa Penyang, Kotim, mengungkapkan harapannya agar pemerintah mengembalikan pengelolaan hutan kepada masyarakat adat.

“Kalau dikatakan terlanjur dibuka, kenapa tidak diserahkan kepada masyarakat saja, itu yang menjadi mimpi kami,” tukas Dedi.

Polemik ini menunjukkan kompleksitas permasalahan tata kelola perkebunan kelapa sawit di Kalimantan Tengah. Di satu sisi, ada upaya pemerintah untuk menyelesaikan masalah legalitas lahan, namun di sisi lain muncul kekhawatiran bahwa langkah ini justru akan mengabaikan aspek lingkungan dan hak-hak masyarakat adat.

Diperlukan dialog yang lebih intensif antara pemerintah, perusahaan, dan masyarakat untuk mencari solusi yang adil dan berkelanjutan.