Dua Katak Bertaring Baru Terungkap di Meratus

KALIMANTAN TENGAH, TABALIEN.com – Tim peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengidentifikasi dua spesies katak bertaring baru di Pegunungan Meratus, temuan ini menambah daftar biodiversitas endemik Kalimantan.

Penemuan tersebut diumumkan pertengahan Juni 2025 oleh tim gabungan PRBE BRIN, Aichi University of Education, Kyoto University, dan Universitas Palangka Raya. Kedua spesies bernama Limnonectes maanyanorum dan Limnonectes nusantara ini sebelumnya dikira bagian dari Limnonectes kuhlii, namun analisis genetika serta morfologi membuktikan keduanya berbeda signifikan.

Prof Amir Hamidy, Profesor Riset Herpetologi BRIN sekaligus penulis utama studi, menyatakan, “Ini bukti kawasan Meratus menyimpan kekayaan hayati luar biasa yang belum sepenuhnya terungkap.”

Limnonectes maanyanorum ditemukan di Gunung Karasik, Kalimantan Tengah, dan namanya diambil untuk menghormati masyarakat adat Dayak Maanyan. Warga lokal mengenalnya sebagai Senteleng Watu atau “katak batu”.

Sementara itu, Limnonectes nusantara ditemukan di Loksado dan Paramasan, Kalimantan Selatan. Nama nusantara dipilih sebagai bentuk penghormatan identitas nasional. Masyarakat Dayak Meratus menyebutnya Lampinik.

Kedua spesies ini memiliki ukuran tubuh sedang, jari kaki berselaput penuh, kulit berbintil, serta pola tubuh unik. Ciri paling mencolok adalah struktur menyerupai taring pada rahang bawah jantan.

Analisis molekuler berbasis gen 16S rRNA dan uji morfologis menunjukkan keduanya membentuk klad monofiletik terpisah dari spesies lain, sehingga dipastikan merupakan spesies baru.

Hasil penelitian tersebut telah dipublikasikan dalam jurnal internasional Zootaxa pada 24 Januari 2025 dengan judul Two new species of fanged frog from Southeastern Borneo, Indonesia. Prof Amir menekankan ancaman terhadap amfibi endemik, seperti kerusakan habitat, eksploitasi jenis, perubahan iklim, serta penyakit.

Ia berharap temuan ini menjadi pengingat pentingnya eksplorasi biodiversitas di hutan tropis Indonesia. “Kalimantan adalah laboratorium alam yang belum habis dijelajahi,” ujarnya.